Marco Reus menutup musim perpisahannya dengan Borussia Dortmund dengann kesuksesan mengantar timnya ke final Liga Champions. Wembley kembali menantinya. Stadion yang membuatnya mengenang keharuan pertama dan terakhirnya di Rhine.
Final Tidak Terduga
Dortmund tidak menyandang status sebagai favorit ketika mereka tergabung ke dalam grup neraka Liga Champions musim ini. Namun, status non-unggulan inilah yang membuat langkah mereka enteng. Skuad Edin Terzic naik langkah demi langkah hingga sampai ke puncak.
Pada perjuangan terakhirnya sebelum panggung terakhir, Marco Reus CS menumbangkan Paris Saint-Germain. Sebuah momen yang mengejutkan mengingat status lawannya jauh lebih diunggulkan. Namun, Dortmund membuktikan bahwa sepakbola adalah soal siapa yang lebih pintar secara taktikal.
Kendati pertahanan Dortmund terkurung oleh beringasnya para pemain PSG, wakil Jerman ini bertahan. 45 tembakan dalam dua leg bahkan tidak mampu membuat jala Gregor Kobel koyak. Justru gawang PSG yang jebol dua kali di tangan Reus dan kolega.
Edin Terzic dan pasukannya telah membuktikan bahwa status non-unggulan tidak menghentikan mimpi mereka melaju ke final. Nyatanya, siapapun tidak menduga langkah Dortmund ke final, karena dari awal, tim ini memang dipandang sebelah mata.
Momen Emosional
Siapapun yang mengingat final 2012/2013 pasti akan merasa emosional melihat Dortmund comeback ke partai pamungkas. Apalagi mereka-mereka yang turut ambil bagian dalam momen tersebut, seperti Marco Reus.
Reus kala itu masih sangat muda dan menjadi bagian tim muda nan enerjik racikan Jurgen Klopp. Dengan bantuan Klopp, Reus mengantar Dortmund ke partai pamungkas di Wembley. Sesuatu yang kemudian terulang, 11 tahun setelahnya.
Ketika peluit panjang ditiup, Reus mengekspresikan momen sukacita nan haru bersama para supporter setia Dortmund. Sorot kamera bahkan beberapa kali menangkap momen pemain gaek Dortmund itu menangis di hadapan The Yellow Wall, para fanatik Die Borussen.
Tidak ada satu katapun yang bisa diungkapkan untuk menggambarkan suasana hati Reus. Itulah yang ia ungkapkan dalam sesi wawancara pasa laga. Reus membenarkan kalau Dortmund kepayahan menghadapi PSG, tetapi tiket ke final adalah hadiah yang layak buat ia dan rekan-rekannya.
First and Last Dance
Wembley adalah tempat Reus menapaki final UCL pertamanya dengan Dortmund. Final tahun 2013 adalah musim pertamanya berseragam Dortmund. Terasa emosional karena di musim pertamanya itulah, Reus mengantar Dortmund menuju final kompetisi teratas Eropa.
11 tahun setelahnya, atau di penghujung karir Reus bersama The Black and Yellow, memori indah itu terulang. Reus kembali ke Wembley, ke partai final Liga Champions. Momennya pas karena ini adalah final UCL terakhir, sekaligus musim terakhirnya berseragam hitam-kuning.
First dance Reus berakhir tidak menyenangkan, dengan timnya tumbang 2-1 di tangan rival abadi mereka, Bayern Munchen. Reus muda kala itu belum begitu mengenal Dortmund karena itu memang musim pertamanya berseragam Die Borussen.
Namun, di tahun ini, pemuda sensasional yang dahulu didatangkan dari Gladbach telah menjelma menjadi kapten dan legenda. Butuh lebih dari sekadar final untuk menutup karirnya dengan sempurna. Reus berharap last dance nya berakhir dengan manis, tidak seperti first dance nya.