Indonesia gagal melangkah langsung ke Olimpiade 2024 pasca menelan kekalahan di perebutan juara ketiga Piala Asia U23 2024. Pada pertandingan yang berlangsung di Abdullah bin Nasser bin Khalifa Stadium, Kamis (2/5) malam, timnas takluk 2-1.
Secara kualitas, ada yang berbeda dari permainan Indonesia. Perbedaan inilah yang menjadi alasan utama mengapa Garuda Muda tumbang di partai penentu ini. Lalu, apa saja pelajaran di balik pertandingan ini? Mari kita simak!
Burnout dan Kelelahan
Bermain enam kali dalam rentang waktu 17 hari tampaknya bukan sesuatu yang ideal. Ini berarti pasukan Shin Tae-yong mencatat rerata 2,8 hari per laga. Buntutnya, menurut STY, tim besutannya kelelahan dan pada akhirnya tumbang.
Ivar Jenner juga menyebutkan hal senada dengan pelatihnya, menyebut ia dan rekan-rekannya di ambang ‘burnout’. Jenner bahkan mengatakan kelelahan fisik ini mengakibatkan beberapa punggawa timnas cedera ringan. Sesuatu yang sangat berpengaruh dalam laga melawan Irak.
Tanpa Rizky Ridho
Rizky Ridho adalah salah satu palang pintu pertahanan terakhir timnas U23. Namun, akibat akumulasi kartu, Ridho tidak bisa merumput dalam laga melawan Irak. Satu hal yang lantas berakhir kocar-kacirnya pertahanan tim arahan Shin Tae-yong.
Ridho biasanya menjadi orang yang akan mengcover area bertahan ketika para bek pendampingnya naik menjemput bola. Namun, tampanya, tidak ada pemain yang berperan demikian. Hasilnya, serangan-serangan Irak kerap kali merepotkan pertahanan Indonesia.
Kerja Rodi Nathan
Nathan Tjoe-A-On benar-benar membuktikan kelasnya selama turnamen Piala Asia U23 berlangsung. Termasuk dalam laga melawan Irak. Heatmap menunjukkan kalau pemain blasteran Belanda ini adalah yang paling aktif bergerak.
Kendati berposisi asli sebagai bek, Nathan kerap naik mengcover area antar lini yang seharusnya menjadi area operasi gelandang. Tak jarang, Nathan juga bergerak ke area kelebaran, menjaga pergerakan para pemain Irak di koridor sayap timnas.
Egoisme
Dari sekian banyak hal yang mendapat sorotan, soal egoisme menjadi sesuatu yang paling banyak menyita perhatian. Bintang utamanya adalah Marselino Ferdinan. Lino, begitu sapaan akrabnya, dianggap terlalu egois dan tidak memedulikan rekan-rekan setimnya.
Dalam satu momen, Marselino membuang kesempatan mencetak gol dari sudut sempit. Padahal apabila bola diumpan ke Nathan atau Pratama Arhan di area penalti, hasil akhir bisa jadi lain. Egoisme Marselino inipun memantik reaksi keras dari para netizen.
Ini tentu menjadi sesuatu yang tidak diharapkan, mengingat kaliber Lino sebagai wonderkid idaman ketika namanya mulai melejit. Banyak yang menganggap sang gelandang terkena star syndrome. Apapun itu, egoisme Lino nyatanya ikut ambil bagian dalam kekalahan timnas.
Akibat kekalahan melawan Irak, Indonesia harus melalui fase play-off terlebih dahulu untuk berlaga di cabor sepakbola Olimpiade 2024. Jalan yang menanti juga lumayan terjal, mengingat lawan mereka adalah Guinea, salah satu negara terbaik di kawasan Afrika.