Italia adalah juara bertahan Piala Eropa. Tetapi status itu tak lantas membuat Gli Azzurri berubah menjadi entitasĀ menakutkan di edisi 2024. Rentetan performa kurang memuaskan akhirnya mengantar Italia ke pintu keluar turnamen. Gli Azzurri ini bagaimanapun bukan Gli Azzurri yang dulu.
Takluk di Tangan Swiss
Italia mengarungi fase grup yang diprediksi bakal terasa mudah buat mereka, dengan langkah tertatih-tatih. Gol cantik dari Mattia Zaccagni di laga melawan Kroasia menjadi penentu langkah pasukan Luciano Spalletti ke babak gugur. Tapi di babak gugur inilah, mentalitas Gli Azzurri kembali teruji.
Swiss datang ke Berlin dengan optimisme tinggi. Murat Yakin selaku nahkoda tim menyebut bahwa Italia bakal ketar-ketir. Padahal di atas kertas, seharusnya La Nati yang berada dalam posisi demikian. Pasalnya, Italia adalah salah satu kekuatan tradisional Eropa, sekaligus juara bertahan Piala Eropa.
Namun, Murat Yakin pada akhirnya membuktikan kalau italia memang khawatir. Swiss benar-benar mengurung Italia di laga 16 besar. Endingnya, sang juara bertahan harus pulang lewat kekalahan dua gol tanpa balas di pertandingan tersebut.
Hilangnya Identitas
Italia selalu menjadi negeri yang disegani, apalagi kalau berbicara soal kancah persepakbolaan. Namun rasa segan dari para penikmat sepakbola rasanya perlahan luntur. Penyebabnya adalah karena Azzurri sendiri telah kehilangan identitasnya.
Dari segi taktikal, banyak perbedaan antara Italia era Spalletti dengan era Mancini. Struktur pertahanan menjadi yang paling kentara. Spalletti mengubah skema tiga bek yang selama ini menjadi ciri khas Italia. Mantan pelatih Napoli itu percaya bahwa taktik yang ia usung bakal membuahkan sesuatu untuk Italia.
Nyatanya, Italia telah memakai taktik ini di tiga laga fase grup. Semuanya bisa gagal, kendati Spalletti mengaku senang dengan performa Italia di laga kontra Albania dan Kroasia. Sayangnya, kegagalan itu tak membuat Spalletti belajar. Skema 4-3-3 kembali menjadi andalan di laga kontra Swiss, padahal kondisi Italia pincang karena absennya Riccardo Calafiori.
Siapapun penggemar Italia pasti sepakat kalau Italia yang sekarang sudah kehilangan identitasnya. Spalletti sedari awal memang bertujuan membangun identitas baru dengan strategi yang ia usung. Namun pelatih berkepala pelontos itu justru gagal total. Italia tidak terlihat seperti peraih dua titel Piala Eropa di hadapan lawan-lawannya.
Lengserkan Spalletti?
Warga Italia beramai-ramai menyuarakan aspirasi mereka agar Spalletti mundur dari kursi kepelatihan Italia. Rasanya wajar, mengingat apa yang telah dilakukan pria 65 tahun terhadap timnas negaranya. Walau Spalletti terbilang berani melakukan perubahan gaya untuk Italia, nyatanya taktik Spalletti jauh dari kata berhasil.
Memang seperti itulah sifat Spalletti. Pelatih kelahiran Certaldo, Italia itu sohor sebagai pelatih yang berani bereksperimen. Untuk level klub, eksperimen semacam ini mungkin merupakan sesuatu yang bagus. Tapi kalau levelnya adalah timnas, eksperimen adalah hal beresiko, apalagi jika dilakukan di turnamen sekaliber Piala Eropa.
Sesukses apapun Spalletti ketika masih menjabat sebagai pelatih Napoli, faktanya, Italia asuhannya gagal total. Ia tidak menampik kalau kekalahan Italia ini merupakan tanggung jawabnya sebagai pelatih. Dengan hilangnya identitas diri Italia di tangannya, pantaskah Spalletti dilengserkan?